
Pekanbaru, Sumatrapena.com – Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Organisasi Masyarakat (Ormas) Pemuda Tri Karya (PETIR) meminta Ditkrimsus Polda Riau untuk memanggil dan memeriksa seluruh anggota DPRD Provinsi Riau terkait dugaan kasus SPPD fiktif di Sekretariat DPRD.
Selain itu, PETIR juga meminta Ditkrimsus Polda Riau untuk mengekspos siapa saja yang sudah dipanggil dan dimintai keterangan di Polda Riau terkait kasus tersebut.
Hal itu diungkapkan oleh Sekum DPN Ormas PETIR, Manuhar Silaen, SH kepada media, Rabu (17/6/2024). Dia mengatakan bahwa pemeriksaan kasus ini tidak fair jika hanya pejabat dan staf sekretariat dewan saja yang diperiksa.
“Perihal pemeriksaan Muflihun mengenai perjalanan dinas yang dianggap fiktif itu, kalau mau fair, PETIR meminta Polda Riau untuk memeriksa seluruh anggota DPRD Riau termasuk Ketua DPRD Riau dan para wakil ketua,” ujar Manuhar.
Alasannya, terang Manuhar, pihaknya menduga bahwa perjalanan kasus ini terkesan politis karena diketahui bahwa Muflihun digadang-gadang masyarakat akan mengikuti Pilkada Pekanbaru.
“Kami merasa kasus ini terkesan politis. Kenapa cuma Muflihun saja yang diperiksa? Jangan sampai kasus ini malah dipakai sebagai alat untuk menghentikan langkah Muflihun yang kabarnya berniat ikut dalam Pilkada tahun ini,” pungkasnya.
Berita sebelumnya, dilansir Nadariau, Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau meningkatkan status penyelidikan kasus SPPD fiktif tahun 2020-2021 di Sekretariat DPRD Riau ke penyidikan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Nasriadi mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan proses penyelidikan yang menyeluruh terkait kasus SPPD fiktif tersebut. Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah kegiatan tersebut mengandung unsur tindak pidana atau tidak.
“Setelah rangkaian penyelidikan tersebut, kita melakukan gelar perkara yang dihadiri pihak eksternal. Semua menyatakan sudah lengkap dan sudah layak untuk dinaikkan ke proses penyidikan,” kata Kombes Nasriadi, Selasa (16/7/2024).
Gelar perkara yang diselenggarakan pada Jumat (12/07/2024) kemarin, kata Nasriadi, pihaknya telah resmi menaikkan status kasus itu dari penyelidikan ke penyidikan. Selanjutnya, Ditkrimsus Polda Riau akan mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
“Tindakan selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan kepada 30 orang yang akan dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP). Saya ingatkan bahwa seluruh pelaksana kegiatan tersebut yang bertanggung jawab dari tahun 2020-2021 yang sudah dimintai keterangan harus dan wajib memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Harus dan wajib memberikan keterangan yang seterang-terangnya sehingga kita bisa mengungkap perkara yang merugikan negara sangat luar biasa,” tegas Nasriadi.
Sebaliknya, bagi pihak yang tidak memberikan keterangan yang sebenarnya, menutup-nutupi atau menghalang-halangi penyidikan polisi, Nasriadi mengancam akan menjerat dengan pasal 55 KUHP.
“Berarti dia ikut serta dalam merugikan negara untuk kepentingan dirinya maupun orang lain. Mereka yang tidak memberikan keterangan yang benar, ingkar tidak memenuhi panggilan dan tidak memberikan keterangan sejujurnya serta tidak memberikan data yang kita minta, kita anggap mereka bagian dari pelaku korupsi dan kita akan jerat mereka sebagai tersangka. Tapi bagi mereka yang memberikan keterangan sebenarnya akan dijadikan justice collaborator,” sambungnya.
Dalam pemeriksaan saksi nantinya, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan pemanggilan terhadap pihak lainnya termasuk anggota dan pimpinan DPRD Riau. Pada kasus ini, polisi juga telah menemukan adanya pemalsuan tanda tangan, dokumen, waktu dan tempat perjalanan fiktif tersebut.
“Banyak modul yang terjadi. Kami sedang berusaha untuk merecovery aset dan melakukan pendataan serta penyelamatan aset negara. Ingat, dalam penyidikan kasus ini kami akan melakukan upaya paksa yang terukur. Semua kemungkinan akan diperiksa. Siapa pun yang terlibat, mengetahui, mengalami atau yang dipaksa menandatangani, kita akan panggil dan akan minta keterangan. Siapapun dia, mau itu anggota DPR, pelaksana, THL, honorer, masyarakat, semua akan kita minta keterangan yang berhubungan dengan konstruksi perkara ini,” tukasnya.
Soal siapa yang menjadi tersangka dalam kasus SPPD fiktif ini, Nasriadi menyebut pihaknya masih terus melakukan penyidikan lebih mendalam dan berkesinambungan.
“Setelah berkoordinasi dengan kejaksaan dan ditentukan kerugian negara oleh BPKP, kami akan menentukan siapa tersangkanya. Sampai saat ini kami masih melakukan pemeriksaan saksi. Supaya ini tidak dianggap sebagai politisasi, karena penyelidikannya sudah lama, setahun lebih. Sekarang fokus kepada pelaksana, setelah itu proses penyidikan ini berjalan, nantinya akan mengembang. Apakah uang ini mengalir ke mana, kita akan minta keterangan mereka,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mantan Pj Walikota Pekanbaru, Muflihun menjalani pemeriksaan selama 10 jam bersama penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Riau, Senin (01/07/2024).
Muflihun diperiksa terkait kasus dugaan korupsi surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Riau tahun 2020-2021.
Muflihun diperiksa di lantai dua gedung Dittahti Polda Riau sejak pukul 10.00 WIB dan selesai sekitar pukul 20.30 WIB. Usai diperiksa selama 10 jam, Muflihun mengatakan bahwa dirinya memenuhi panggilan Ditkrimsus Polda Riau yang seharusnya dilaksanakan sejak Kamis lalu terkait SPPD ketika dia menjabat sebagai Sekretaris Dewan (Sekwan) di DPRD Riau pada 2020-2021.
“Hari ini saya datang memenuhi panggilan sebagai rakyat Indonesia yang taat hukum dan memberikan keterangan terkait tupoksi kami sebagai Sekwan, PPTK, kemudian bagian keuangan itu diceritakan semuanya. Kurang lebih 50 pertanyaan terkait SPPD fiktif dan sebagainya, itu kita jelaskan tadi,” ucap Muflihun. ***