
Kampar, Sumatrapena.com – Berkas perkara Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Polres Kampar, Polda Riau, diduga kuat belum juga lengkap sehingga dikembalikan (P19) oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Hal ini berpotensi membebaskan tiga tersangka penipuan dan penggelapan yang telah ditangkap dan ditahan oleh kepolisian.
Pasalnya, selama hampir dua bulan penahanan, berkas perkara SPDP dari Polres Kampar sudah dua kali dikembalikan (P19) oleh Kejaksaan Negeri Kampar.
Diketahui, Polres Kampar untuk ketiga kalinya telah mengirimkan kembali berkas SPDP yang telah dilengkapi kepada Kejaksaan Negeri Kampar.
Informasi ini diperoleh dari Kanit Reskrim Unit 3 Polres Kampar pada Jumat (30/8/2024).
“Kami sudah kirim berkas lagi, Bang Anar. Ada beberapa yang memang tidak bisa dipenuhi. Ya, kami sudah maksimal, Bang, terkait dengan penyidikan yang kami laksanakan. Bang Anar pasti monitor terkait hal tersebut,” ungkap Kanit Reskrim.
Ketika ditanya mengenai berkas yang belum dipenuhi oleh Polres Kampar agar perkara dapat memasuki tahap dua (P21), hal itu tidak terjawab.
Mengapa berkas Polres Kampar dinyatakan tidak lengkap atau P19 oleh Kejaksaan Negeri Kampar? Mengapa Polres Kampar belum juga melengkapi P19 dari Kejaksaan?.
Diketahui sebelumnya, atas perkara tersebut, pihak kuasa hukum tersangka (Martunus dkk) telah mengajukan gelar perkara ke Polda Riau. Pengajuan tersebut dikabulkan dan dihadiri oleh para pihak (kuasa hukum tersangka & korban bersama tim kuasa hukumnya).
Gelar perkara ini berlangsung hingga selesai di Mapolda Riau pada Kamis (29/8/2024).
Usai gelar perkara, tepatnya di halaman Mapolda Riau, Sat Reskrim Polres Kampar menyampaikan kepada korban bahwa hasil gelar tersebut menyimpulkan bahwa perkara ini adalah murni pidana.
Kepolisian juga menyampaikan bahwa kuasa hukum tersangka telah mengajukan penangguhan penahanan, namun hal itu belum dikabulkan.
Sebelumnya, berita mengenai penangkapan dan penahanan tiga orang tersangka pelaku dugaan pidana penipuan dan penggelapan oleh Sat Reskrim Polres Kampar pada Kamis (18/7/2024) sempat menjadi trending.
Penangkapan dan penahanan tersebut dilakukan setelah gelar penetapan tersangka berdasarkan laporan polisi nomor STTLP/B/247/VII/SPKT/2023.
Ketiga tersangka tersebut adalah Oyong Muliyanto, Abu Nawar, dan Martunus.
Namun, kinerja Polres Kampar diduga tersendat di Kejaksaan Negeri Kabupaten Kampar. Pasalnya, SPDP dari Polres Kampar dinyatakan belum terpenuhi (P19) oleh Kejaksaan.
Hal ini dibuktikan dengan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) nomor SP2HP/456/VIII/Res.1.11./2024/Reskrim.
Diketahui, Polres Kampar telah melengkapi berkas yang dinyatakan belum lengkap (P19) oleh Kejari Kampar. Bahkan, keterangan saksi ahli telah turut melengkapi berkas tersebut. Namun, mirisnya, kasus ini belum juga memasuki tahap dua (P21), yang sangat meresahkan korban dan keluarganya.
Untuk meluruskan informasi, Kasi Pidum Kejari Kampar, Haza Putra, ketika dikonfirmasi media secara berulang kali tidak memberikan keterangan.
Selama dua hari berturut-turut (19-20/8/2024) dikonfirmasi via WhatsApp, hingga berita ini dimuat, Kasi Pidum Kejari Kampar belum memberikan keterangan apa pun. Ada apa?.
Dikutip dari keterangan korban, Musa, dirinya merasa dirugikan oleh ketiga tersangka (MS dkk) atas pembelian lahan kebun sawit seluas 12 hektar di RT 02/RW 05, Desa Ganting Damai, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Menurut Musa, lahan tersebut dibeli dari Oyong Muliyanto seharga 1,2 miliar rupiah.
“Tahun 2021 lalu, saya membeli lahan sawit dari Oyong Muliyanto seharga 1,2 miliar untuk 12 hektar. Pembayaran pertama dilakukan di rumah Pak Oyong sebesar 630 juta, dan 30 juta untuk fee agen penjualan. Pembayaran kedua dilakukan di kedai pondok kopi Bangkinang dengan uang tunai 500 juta kepada Martunus. Pak Oyong bilang bahwa dia dan Martunus sudah sepakat begitu. Saat pembayaran kedua itu, surat lahan (SKGR) yang saya beli sebanyak enam surat diminta Martunus, katanya untuk dibalik nama ke nama saya. Lalu lahan saya rawat, saya keluarkan biaya sewa alat berat untuk buat parit keliling lahan. Beberapa minggu setelah lahan saya kelola dan saat panen, saya didatangi oleh orang yang mengaku anak dan istri dari Hasan Basri alias Hasan Banten. Mereka datang bersama enam orang laki-laki, melarang saya memanen dan mengambil hasil panen lahan yang saya beli. Istri Hasan Banten mengaku sebagai pemilik lahan dan menyatakan telah membeli lahan dari Martunus. Sejak itu, hingga sekarang lahan dikuasai oleh Hasan Basri (Hasan Banten),” ungkap Musa.
Musa menambahkan bahwa surat SKGR lahan yang telah diserahkan kepada Martunus untuk proses balik nama ternyata tidak dimiliki.
“SKGR yang diminta Martunus untuk balik nama, dari tahun 2021 hingga sekarang 2024, tidak ada surat yang diberikan kepada saya. Setiap kali saya tanyakan kepada Martunus, tidak ada hasil. Surat itu tidak ada juga dibalik nama ke saya, bahkan saya tidak tahu ke mana surat itu sekarang,” tambah Musa.