
Kampar, Sumatrapena.com – Kejaksaan Agung Republik Indonesia diminta secara tegas untuk mengevaluasi kinerja Kejaksaan Negeri Kabupaten Kampar terkait penanganan kasus dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan (Pasal 372 & 378 KUHP), yang melibatkan tiga tersangka: Martunus, Oyong Muliyanto, dan Abu Nawar. Ketiga tersangka terlibat dalam transaksi jual beli lahan kebun sawit.
Permintaan ini disampaikan oleh LBH Posbakumadin Kabupaten Kampar kepada media di Mapolres Kampar, Selasa (3/9/2024).
Kejaksaan Negeri Kampar diduga kuat menerima suap sehingga dianggap tidak profesional dalam menjalankan tugasnya menangani kasus ini.
“Melalui media, kami meminta Kejagung untuk mengevaluasi kinerja Kejaksaan Negeri Kampar. Ada dugaan kuat adanya suap yang menyebabkan kasus ini tidak kunjung maju. Meskipun pihak kepolisian sudah berupaya memenuhi petunjuk jaksa, namun perkara ini tetap belum memasuki tahap dua (P21). Masa penahanan kepolisian terhadap para tersangka akan segera berakhir, dan hal ini disinyalir disengaja untuk membebaskan para tersangka secara hukum murni ketika masa penahanan tersebut habis,” ungkap Polman P. Sinaga, S.H., kuasa hukum korban (pelapor).
Dugaan suap di tubuh Kejaksaan Negeri Kabupaten Kampar muncul karena petunjuk jaksa kepada kepolisian untuk melengkapi berkas perkara dianggap janggal dan berpotensi meloloskan para tersangka dari jerat hukum.
Menurut kuasa hukum pelapor, kepolisian menyatakan bahwa petunjuk jaksa kepada penyidik untuk melengkapi berkas perkara tidak berhubungan dengan substansi perkara, sehingga menghasilkan kode P19 (berkas perkara tidak lengkap) dari Kejaksaan yang berpotensi besar membebaskan tersangka setelah masa penahanan kepolisian berakhir.
“Penyidik menyatakan bahwa mereka telah dua kali melengkapi petunjuk jaksa, baik syarat formil maupun materiil. Bahkan saat ini, kepolisian sedang berupaya untuk ketiga kalinya melengkapi berkas sesuai dengan petunjuk jaksa. Namun, perkara ini tetap tidak masuk ke tahap dua. Petunjuk formil dan materiil yang diberikan jaksa kepada penyidik Polres Kampar dianggap tidak relevan dengan substansi perkara, sehingga SPDP/BA koordinasi kepolisian dinyatakan tidak lengkap dan perkara tidak dapat memasuki tahap dua (P21). Hal ini diduga disengaja oleh pihak Kejari Kampar untuk mengulur waktu hingga masa penahanan kepolisian berakhir, sehingga tersangka dapat dibebaskan demi hukum,” ungkap Polman.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya di beberapa media, Polres Kampar telah menangkap dan menahan Martunus dan kawan-kawan, yang diduga melakukan penipuan dan penggelapan dalam transaksi jual beli lahan kebun sawit seluas 12 hektar, senilai Rp 1,2 miliar, kepada korban bernama Musa, yang berlokasi di Desa Ganting Damai, Kecamatan Salo, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Ketiga tersangka ditangkap dan ditahan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: STTLP/B/247/VII/SPKT/2023, serta diuraikan dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Nomor SP2HP/456/VIII/Res.1.11./2024/Reskrim.
Namun sangat disayangkan, tindak lanjut penanganan kasus ini diduga memiliki kepentingan untuk meloloskan tersangka dari jerat hukum, yang berpotensi bebas murni akibat tidak terpenuhinya berkas sesuai petunjuk jaksa yang dianggap sengaja dikondisikan agar berkas kepolisian tidak terpenuhi sampai masa penahanan tersangka berakhir.
Tim kuasa hukum korban (pelapor) juga menyampaikan bahwa mereka telah melaporkan Kejari Kampar kepada Asisten Pengawas Jaksa di Kejati Riau.
“Minggu lalu, kami telah melaporkan Kejari Kampar kepada Asisten Pengawas Jaksa di Kejati Riau. Laporan kami telah diteliti dan diperiksa oleh Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Riau. Besok, Rabu 4/9/2024, saya bersama tim dan korban (pelapor) akan mendatangi Kejati Riau untuk mempertanyakan perkembangan laporan tersebut, sekaligus menyampaikan secara tertulis pemicu terhambatnya kasus ini memasuki tahap dua (P21), agar kasus ini dapat segera diadili dan diputuskan oleh hakim di Pengadilan Negeri,” terang kuasa hukum korban.
(Tim)